Hallyu sebagai Kebijakan: Menyusuri Jejak Birokrasi di Balik Budaya Pop Korea

Gelombang budaya Korea atau K‑Wave (Hallyu) telah menjadi fenomena global yang melampaui sekadar hiburan. Dari musik K‑Pop, drama Korea, film, fashion, hingga kosmetik, semuanya kini menjadi bagian dari gaya hidup lintas negara, termasuk di Indonesia. Namun, di balik popularitas budaya pop Korea ini, tersembunyi sebuah strategi negara yang matang: diplomasi publik berbasis budaya, yang secara langsung mencerminkan bagaimana budaya dan tradisi administrasi publik Korea Selatan bekerja secara kolektif dan terorganisir.

Pemerintah Korea Selatan tidak hanya menjadikan Hallyu sebagai alat promosi budaya, tapi juga sebagai instrumen penting dalam menggerakkan ekonomi kreatif dan membentuk citra negara di mata dunia. Hal ini menunjukkan bahwa kesuksesan K‑Pop dan segenap budaya Korea bukanlah hasil dari industri swasta semata, melainkan hasil kerja sistematis dari birokrasi negara yang berkolaborasi lintas sektor.

K‑Pop bukan hanya musik yang enak didengar atau tarian yang memukau. Ia adalah wajah dari soft power Korea Selatan. Pemerintah, melalui lembaga seperti Ministry of Culture, Sports and Tourism (MCST) dan Korean Broadcasting System (KBS), telah menginisiasi berbagai program internasional seperti K‑Pop World Festival untuk memperkuat citra nasional. Idol K‑Pop seperti BTS bahkan disebut-sebut menyumbang miliaran dolar ke ekonomi Korea dan mendorong peningkatan wisata serta minat belajar bahasa Korea di luar negeri. Dalam konteks administrasi publik, pendekatan ini disebut sebagai diplomasi publik, yaitu strategi persuasif yang dilakukan negara untuk membentuk persepsi positif tanpa menggunakan kekuatan koersif seperti militer atau ekonomi. Dengan Hallyu, Korea Selatan berhasil membangun nation branding yang kuat melalui budaya pop.

Budaya birokrasi Korea masih sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai Konfusianisme seperti hierarki, loyalitas kepada organisasi, kerja keras, dan kolektivisme. Salah satu tradisi yang cukup menarik adalah hoesik, yaitu kebiasaan makan dan minum bersama setelah jam kerja. Meski tampak sederhana, tradisi ini berperan penting dalam membangun kohesi dan solidaritas dalam organisasi, termasuk instansi pemerintah. Menariknya, nilai-nilai ini juga tercermin dalam industri hiburan Korea. Kolaborasi antara agensi, pemerintah, dan komunitas penggemar mencerminkan sistem kerja kolektif dan terstruktur, khas birokrasi Korea. Bahkan dalam banyak K-drama atau K-film, kita bisa melihat bagaimana tradisi kerja keras dan loyalitas digambarkan dalam dunia kerja, termasuk pemerintahan.

Kesuksesan Hallyu tidak terlepas dari peran birokrasi Korea Selatan yang progresif dan terbuka terhadap sektor non-pemerintah. Pemerintah Korea tidak hanya membuat kebijakan promosi budaya, tetapi juga menyusun rencana lima tahunan dan tahunan diplomasi publik, yang melibatkan Kementerian Luar Negeri, MCST, Korea Creative Content Agency (KOCCA), lembaga pendidikan, hingga sektor swasta. Kolaborasi ini memungkinkan terwujudnya berbagai festival budaya, promosi konten digital, konser global, hingga kampanye budaya seperti Learn Korean with BTS. Model ini dikenal dengan istilah "klaster kreatif", di mana pemerintah bertindak sebagai fasilitator dan katalis, bukan sebagai pengontrol utama.

Di Indonesia, dampak Hallyu begitu terasa. Fenomena seperti K‑Pop dance cover competition, movie marathon, hingga kelas bahasa Korea yang diadakan oleh Korean Cultural Center (KCC) Indonesia menjadi bukti nyata bagaimana budaya Korea diterima dan bahkan diadopsi oleh generasi muda. Namun, hal ini juga menimbulkan kekhawatiran tentang perlunya menjaga identitas budaya lokal agar tidak tergerus oleh dominasi budaya luar. Pemerintah daerah, universitas, dan komunitas budaya perlu merespons fenomena ini secara adaptif. Alih-alih melarang atau menolak, pendekatan integratif lebih relevan: misalnya dengan menyelenggarakan acara budaya yang memadukan unsur tradisional seperti tari daerah atau wayang dengan tren Korea seperti cover dance atau workshop K‑Pop.

Tradisi seperti hoesik bisa direplikasi dalam bentuk lokal sebagai forum informal lintas lembaga untuk membahas strategi promosi budaya daerah. Nilai kolektivisme dan kerja sama lintas sektor dapat menjadi inspirasi bagi administrasi publik Indonesia untuk memperkuat identitas budaya lokal melalui pendekatan yang lebih kreatif dan kolaboratif. Model Korea menunjukkan bahwa birokrasi tidak harus kaku atau administratif semata, tetapi bisa menjadi penggerak budaya dan promosi global jika dikelola secara visioner dan partisipatif.

Administrasi publik modern dituntut untuk adaptif dan kolaboratif dalam merespons dinamika globalisasi budaya. Fenomena Hallyu atau gelombang budaya Korea, khususnya melalui K‑Pop, menunjukkan bagaimana birokrasi negara dapat berperan aktif dalam memanfaatkan budaya sebagai instrumen diplomasi publik dan penggerak ekonomi kreatif. Strategi Korea Selatan yang mengintegrasikan nilai-nilai tradisional seperti kolektivisme Konfusian dengan pendekatan modern melalui kebijakan publik berbasis soft power membuktikan bahwa birokrasi tidak lagi hanya bersifat administratif, tetapi juga visioner, partisipatif, dan inovatif.

Bagi negara seperti Indonesia, pendekatan ini menawarkan pelajaran penting: bahwa pelestarian identitas lokal dan keterbukaan terhadap budaya global bukanlah dua hal yang saling bertentangan. Melainkan, keduanya bisa saling menguatkan apabila dikelola secara inklusif melalui sinergi antara pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta. Dengan memfasilitasi interaksi budaya lintas negara sambil tetap memperkuat akar budaya lokal, administrasi publik dapat menciptakan ruang dialog, inovasi, dan ekspresi budaya yang produktif di tengah arus globalisasi.

Hallyu sebagai Kebijakan: Menyusuri Jejak Birokrasi di Balik Budaya Pop Korea

Penulis: Arif Aprilia Jaya Ganda Irman

|

June 18, 2025

Brosur Cepat Sobek dan Pudar Pas Disebarkan? Ini Kesalahan Cetak yang Mungkin Kamu Lakukan!

Palet Warna Kok Dijadiin Tema Yearbook? Emang Bakal Bagus?

Hallyu sebagai Kebijakan: Menyusuri Jejak Birokrasi di Balik Budaya Pop Korea

Our Office

Head Office Loon Art Media

Branch Office Loon Art Media

Branch Office Loon Art Media

Head Office Loon Art Event

Head Office Percetakin

Menu

Contact Us